Kamis, 27 Maret 2014

KISAH PARA BUJU’BATU AMPAR MADURA


Sejarah singkat Para Buju’ Batu Ampar
Inilah kisah yang meluruskan tentang animo masyarakat akan kebenaran silsilah keturunan Auliya’ / Pemuka agama dilingkungan Buju’ Batu ampar. Semata-mata untuk mengembalikan kesadaran kita tentang nilai kebesaran Allah SWT.   
“Sayyid Husein ( Buju’ Banyu Sangkah )”
Disuatu desa diwilayah Bangkalan, tersebutlah seorang pemuka agama Islam yang bernama Sayyid Husein.Beliau mempunyai banyak pengikut karena ketinggian ilmu Agamanya. Selain akhlaknya yang berbudi luhur, beliau juga memilikibanyak karomah karena kedekatannya dengan sang Kholiq.Beliau sangatdihormati pengikutnya dan semua penduduk disekitar bangkalan.
Namun bukan berarti beliau lepas dari orang yang membencinya.Disebabkan karena mereka iri dengan kedudukan beliau dimata masyarakat saat itu.Hingga suatu hari ada seseorang penduduk yangiri dengki dan berniat buruk mencelakai dan menghancurkan kedudukan Sayyid Husein.Orang itu merekayasa cerita fitnah, bahwa Sayyid Husein bersama pengikutnya telah merencanakan pemberontakan dan ingin menggulingkan kekuasaan raja Madura. Alhasil cerita fitnah ini sampai ditelinga sang Raja. Mendengar kabar itu Raja kalang-kabut dan tanpa pikir panjang mengutus panglima perang bersama pasukan untuk menuju kediaman Sayyid Husein.Sayyid Husein yang saat itu sedang beristirahat langsung dikepung dan dibunuh secara kejam oleh prajurit kerajaan.Mereka melakukan hal itu tanpa pikir panjang dan disertai bukti yang kuat.Akhirnya Sayyid Husein yang tidak bersalah itu wafat seketika itu juga dan konon jenazahnya dikebumikan diperkampungan tersebut.
                        Selang beberapa hari dari wafatnya Sayyid Husein, Raja mendapat berita yang mengejutkan dan sungguh mengecewakan, serta menyesali keputusannya yang samasekali tidak didasari bukti-bukti yang kuat. Berita tadi mengabarkan bahwa sebenarnya SayyidHusein tidak bersalah, karena sesungguhnya beliau telah difitnah.Karena sangat menyesali perbuatannya, Raja Bangkalan memberikan gelar kepada beliau dengan sebutan Buju’ Banyu Sangkah ( Buyut Banyu Sangkah ). Dan tempat peristirahatan beliau terletak dikawasan Tanjung Bumi, Bangkalan.
       “Sayyid Abdul Rohim( Buju’ Bire )”
                        Sayyid Husein wafat dengan meninggalkan duaorang putra.Yang pertama bernama Abdul Manan dan yang kedua bernama Abdul Rohiim.Kedua putra beliau ini sepakat untuk pergi menghindari keadaan dikampung tersebut. Syekh Abdul Rohim lari menuju Desa Bire ( Kabupaten Bangkalan ), dan menetap disana sampai akhir hayat beliau. Dan akhirnya beliau terkenal sebagai Buju’ Bire ( Buyut Bire ).
“Syekh Abdul Manan ( Buju’ Kosambi )”
Lain halnya dengan SyekhAbdul Manan. Beliau pergi mengasingkan diri dan menjauh dari kekuasaan raja bangkalan.Hari demi hari dilaluinya dengan sengsara dan penuh penderitaan. Beliau sangat terpukul sekali kehilangan orang yang sangat dikasihinya.hingga akhirnya beliau sampai disebuah hutan lebat ditengah perbukitan diwilayah batu ampar (kabupaten pamekasan).Dihutan inilah akhirnya beliau bertapa / bertirakat untuk mendekatkan diri kepada allah swt.dalam melaksanakan hajatnya beliau memilih tempat dibawah pohon kosambi. Syahdan tapa beliau ini berlangsung selama 41 tahun.Saat memulai tapa itu beliau berumur 21 tahun. Hingga akhirnya beliau ditemukan anak seorang penduduk desa ( wanita ) yang sedang mencari kayu dihutan.

              Singkat cerita akhirnya syekh abdul manan dibawa kerumahnya.Dari hubungan tersebut, timbullah kesepakan antara orang tua si anak tersebut untuk menjodohkan syekh abdulmanan dengan salah seorang putrinya.Sebagaitanda terima kasih, beliau memilih si sulung sebagai istrinya, walaupun dalam kenyataannya sisulung menderita penyakit kulit. Anehnya terjadi keajaibandi hari ke-41 pernikahan mereka.saat itu juga sang istri yang semula menderita penyakit kulit tiba-tiba sembuh seketika. Dan bukan hanya itu kulitnya bertambah putih bersih dan cantik jelita, sampai-sampai kecantikannya tersiar kemana-mana.dan konon kabarnya pula bahwa raja sumenep mengagumi dan tertarik akan kecantikan istri syekh abdul manan ini.
                        Dari pernikahan ini, beliau dikarunia seorang putra yang bernama Taqihul Muqadam, setelah itu menyusul pula puta kedua yang diberi nama Basyaniah .Setelah bertahun-tahun menjalankan tugasnya sebagai Khalifah, akhirnya beliau wafat dengan meninggalkan duaorang putra.Jenazahnya dimaqamkan di Batu Ampar dan terkenal dengan julukan Buju’ Kosambi.Dan putra pertama beliau juga saat wafat jenazahnya dikebumikan didekat pusarannya.
Alkisah saudara Sayyid Abdul Mannan (Buju' Kasambih) yang bernama Sayyid Moh. Jazuli yang berjuluk Bujuk Demang Prawira meninggalkan kediamannya menuju pesisir selatan guna bertafakkur disana. Seperti saudara-saudara beliau yang lain, tanpa terasa waktu berjalan seiring perjalanan bathinnya menghadap sang kekasih. Tak tertulis berapa waktu yang beliau tempuh dalam kefanaannya bersama Allah. Namun para pecinta jejak wali Batu Ampar meyakini beliaupun tak kalah hebat Mujahadahnya dengan saudara-saudaranya yang lain. Hingga akhirnya Allah memberikan perkenan kepada Beliau untuk berguru langsung kepada Nabi Mulia Khaidir Alaihis Salam. Atas kehendak Allah, terjadilah bai'at Asma Sungai Rajeh ( Asma Nakaban ) kepada Beliau untuk di sebarkan sebagai benteng umat Islam yang kokoh. Dari beliau Sayyid Jazuli, Asma ini mengalir kepada saudaranya yang mulia Sayyid Abdur Rahman Bujuk Kasambih. Kisah yang menarik dari karamah Sayyid Abdul Mannan Kasambih di antaranya, dahulu ada jawara pilih tanding di Madura yang di takuti baik oleh kawan maupun lawan. Bahkan Belanda waktu itu sampai putus asa untuk menundukkanya. Beliau seorang pejuang yang bringas dan agresif. Pantang mundur bila urusannya melawan Belanda dan kejahatan, namun beliau mempunyai kelemahan tidak senang bila ada yang di anggap menyaingi kehebatanya. Seluruh jawara pulau Madura ada di bawah wibawanya. Bahkan karena ambisinya beliau pernah menantang kesaktian Yang Mulia Kyai Moh Hasan Genggong, Probolinggo, tercatat ada ada dua orang yang beliau tunduk akan petuahnya.    
Pertama Sayyid Abdul Mannan sebagai gurunya dan Kyai Moh Hasan Genggong orang yang pernah menaklukkannya. Kisah menariknya, ternyata Pak Sakerah yang di jadikan simbol keperkasaan orang Madura adalah murid pertama penerima bai'at Sungai Rajeh. Proses bai'at yang di lakukan oleh sang walipun tergolong unik sat bai'at Sayyid mengelupas dahi Pak Sakerah dengan tangannya lalu di tulislah Asma Sungai Rajeh langsung menyatu dengan darah dagingnya. Setelah selesai prosesi bai'at Beliau tutup kembali kulit dahi Pak Sakerah, Subahaanallah kulit itu menyatu kembali seperti tak terjadi suatu apapun. Untuk menguji keampuhan warisan ilmu tersebut, maka di ajaklah Pak Sakera ke rel kereta api yang di buat oleh Belanda waktu itu bersamaan ada kereta api Belanda sedang lewat sang Sayyid memerintahkan Pak Sakera untuk tidur di atas bantalan rel, karena perintah sang guru, Pak Sakerah dengan hati was was mengikuti perintahnya.apa yang terjadi?.....keajaiban Allah membuat Pak Sakerah bangun kembali tak kurang suatu apapun tanpa cedera. Beliau selamat dengan izin Allah berkah do'a dan bai'at sang Wali.
“Syekh Basyaniah ( Buju’ Tumpeng )”
                        Putra kedua Syekh Abdul manan yang bernama Basyaniah inilah yang mengikuti jejak ayahanda.Beliau senang bertapa dan cenderung menjauhkan diri dari pergaulan dengan masyarakat.Dan beliau juga selalu menutupi karomahnya.Ketertutupan beliau ini semata-mata bertujuan untuk menjaga keturunannya kelak dikemudian hari agar menjadi insan kamil atau manusia sempurna dan sholeh melebihi diri beliau serta menjadi khalifah yang arif dimuka bumi.
                        Dalam menjalani hajatnyabeliau bertapa dan memilih tempat disuatu perbukitan yang terkenal dengan nama Gunung Tompeng yakni suatu bukit sepi dan sunyi yang penuh dengan tanda-tanda kebesaran Illahi. Bukit tersebut terletak kurang lebih 500 m arah barat daya ( antara Barat-Selatan ) dari Desa batu Ampar.Saat wafatnya beliau meninggalkan seorang putra yang bernama Su’adi atau terkenal dengan sebutan Syekh Abu Syamsudin dan mendapat julukan Buju’ Latthong.Sedang jenazah Syekh Basyaniah dikebumikan berdekatan dengan pusara Ayahanda. Beliau akhirnya mendapat julukan Buju’ Tumpeng .
                        Sebagai ulama besar, Beliau tidak berhenti hingga di situ. Beliau didik putra-putra Beliau untuk meneruskan perjuangannya menerangi umat dengan cahaya Islami di antara putra Beliau yang terkenal yaitu Sayyid Batsaniyah Beliau seorang alim dan penuh karamah, Beliau terkenal dengan nama “Buju’ Tumpeng”, dimakamkan di komplek pemakaman Batu Ampar, Pamekasan, Madura. Putranya yang lain dan juga penuh karamah yaitu Sayyid Muhammad Faqih bergelar “Buju’ Todungih”, juga putra Beliau Sayyid Abdur Rahman yang di kenal dengan julukan “Buju’ Muranah” Pangarengan Sampang.
                        “Syekh Abu Syamsudin ( Buju’ Latthong )”
                        Kisah hidup putra tunggal Syekh Basyaniah ini tidak berbeda dengan perjalanan hidup yang pernah ditempuh oleh ayahanda dan buyutnya yakni gemar bertapa dan selalu menyendiri bertirakat serta selalu berpindah-pindah dalam melakukan tapanya.Misalnya salah satu tempat pertapaannya yang ditemukan didekat kampung Aeng Nyono’. Wilayah tempat tersebut ada ditengah hutan yang lebat.Karena seringnya tempat tersebut dipergunakan sebagai lokasi tirakat / bertapa, oleh penduduk setempat dinamakan Kampung Pertapaan.
                        Begitu juga bukit yang ada dikampung Aeng Nyono’ yang menjadi tempat bertapanya Syekh Syamsudin.Disana terdapat sebuah kebesaran Allah yang diperlihatkan kepada manusia sampai sekarang.Tepat disebelah barat tempat beliau bertapa terdapat sumber mata air yang mengalir ke atas Bukit Pertapaan.Konon Syekh Syamsudin mencelupkan tongkatnya sampai akhirnya mengalir ke atas bukit hingga kini. MasyaAllah…sungguh merupakan karunia yang besar dan jauh diluar akal manusia. Atas dasar keajaiban itulah yang menjadi asal-usul nama kampung Aeng Nyono’ (Bahasa Madura) artinya air yang menyelinap/mengalir ke atas. dan konon dengan air inilah beliau berwudhu dan bersuci.
·         Asal usul sebutan Buju’ Latthong
                        Keramat itu muncul karena disebabkan keluarnya sinar dari dada beliau. Apabila sinar itu dilihat oleh orang yang berdosa dan belum bertaubat, maka orang tersebut akan pingsan atau tewas. Kisah lain menceritakan karena seorang yang berjuluk Buju’ Sarabe yang bertabiat buruk berniat menghabisi beliau. Banyak penduduk desa yang dibunuhnya. Tetapi ketika akan menghabisi Syekh Syamsudin, ketika Buju’ Sarabe dan anak buahnya mencabut senjata, mendadak senjata itu lenyap dan tinggal warangkannya.Setelah mengaku kalah dan memohon agar senjatanya dikembalikan,Syekh Syamsudin menunjukkan letak senjata tersebut yang berada dalam Latthong ( Bahasa madura yang berarti kotoran sapi ).

            “( Buju’ Sarabe )”
                        Alkisah dahulu di masa Buju’ Tompeng (Batsaniyah) ada seorang yang penuh karamah dan di hormati di daerah Pamekasan. Buju’ Sarabe namanya, karena dorongan jiwa yang di provokasi syaitan, beliau merasa risih dan kepanasan mendengar seseorang menyaingi kekeramatannya di telatah Madura, maka timbullah maksud hati untuk menjajal ilmunya agar di ketahui khalayak siapa yang pantas di pertuan guru di tanah pamekasan.
                        Sebelum Buju’ Sarabe berangkat, beliau persiapkan segala kemampuan dhahir bathiinnya untuk menghadapi uji kesakatian ini. Setelah tirakat mempertajam ilmu dan yakin akan kemampuannya, maka berangkatlah sang Buju’ ke daerah batu ampar untuk mengunjungi sang Buju’ Tompeng lengkap dengan membawa keris Aji dan para pengawal  dari para murid jawaranya.
                        Ketika itu, putra Buju’ Tompeng,yang bernama Su’adi yang dikenal dengan Abu Syamsuddin masih dalam masa kanak-kanak. Beliau saat kejadin itu sedang bermain layang-layang di pematang sawah dengan asyiknya.Tiba-tiba Su’adi kecil di kejutkan oleh suara orang menyapa padanya.Ternyata Buju’ Sarabe dan anak buahnya sedang kebingungan mencari rumah Bujuk Tompeng. Bujuk Sarabe tidak sadar, anak kecil yang dia sapa itu adalah putra Buju’ yang dia akan jajal kedigdayaannya.
                        Karena sudah berkeliling mencari kediaman Buju’ Tompeng, akhirnya Bujuk Sarabe bertanya kepada anak kecil yang bermain layangan tadi. Beliau bertanya dengan congkaknya, ”Nak, di mana rumahnya Buju’ Tompeng ? aku ingin menjajal kesaktiannya.” anak tersebut hanya menunjuk arah dalem Buju’ Tompeng yang memang di dekatnya. Bergembiralah Buju’ Sarabe karena telah dekat dengan orang yang di carinya itu.
                        Setelah sampai disana Buju’ Sarabe menemukan penghuninya sebagai orang tua yang sederhana dan tak nampak keangkerannya.Lalu dengan nada tinggi dia bertanya kepada orang yang memang Buju’ Tompeng itu sendiri.
”ki sanak, mana yang namannya Buju’ Tompeng ?aku ingin bertemu.” .Buju’ Tompeng balik tanya dengan halus.
”untuk apa aki mencarinya?”.
”aku ingin mengadu kesaktian dengannya. Agar orang-orang tahu siapa yang pantas untuk di hormati dan di tuakan oleh mereka”,jawab Buju’ Sarabe.
”kisanak, ilmu itu bukan untuk di pertontonkan, apalagi untuk menyakiti orang lain, tapi ilmu itu untuk kebajikan dan menolong orang yang sedang kesusahan”, Buju’ Tompeng menimpali.
Buju’ Sarabe dengan ketus menyela ”pak tua,jangan banyak omong. mana Buju’ Tompeng.aku sudah bersusah payah kesini ingin mengalahkannya dalam adu kesaktian”.sang Buju’ menjawab dengan santai.
”Maaf kisanak,dalam dua tahun ini berapa kali kisanak buang angin (ngentut)? begitu berani kisanak mau menantang Buju’ tumpeng”. Bujuk Sarabe menjawab dengan sombongnya,
”hahaha…aku buang angin dua kali dalam setahun.mana dia berani menghadapiku”.Bujuk Tompeng menjawab dengan tenang.
”sebaiknya kisanak kembali ke tempat kisanak,kalau kisanak sudah selama dua tahun tidak pernah buang angin (ngentut). kisanak kesini lagi”.dengan marah Buju’ Sarabe langsung menyuruh anak buahnya mencabut senjata mereka dan menghabisi orang tua itu.
Bluaaarrrrr…..bagai suara bledek di siang bolong, semua senjata anak buah Buju’ Sarabe sudah tinggal warangkanya saja, senjatanya hilang entah kemana, yang lebih ajaib, Bujuk Sarabe merogoh gagang keris pusakanya dengan gemeter, karena dia tidak menemukan kerisnya ada di tempatnya.
Merasa telah kalah digdaya, sebagai pendekar ksatria beliau bersimpuh meminta maaf dan berjanji akan bertaubat dan mengamalkan ilmunya untuk kebaikan beliau Sarabe berujar, ”Tuan torhormat, boleh tahu siapa Anda ?”.
“Ya..aku yang bernama batsaniyah. orang memanggilku Buju’ Tompeng “ jawab beliau.
                        Bertambahlah kecintaan dan kata’dhiman Buju Sarabe kepada beliau, karena selain digdaya beliau mempunyai akhlak santun dan mulia.Sebelaum pamit Buju’ Sarabe memohon agar senjata pusaka mereka di kembalikan seperti semula.Lalu Buju’ menunjuk agar mereka bertanya kepada anak yang bermain layangan di sawah yang pernah mereka temui sebelumnya.Ternyata anak itu bernama Su’adi putra Buju’ Tompeng.
                        Atas petunjuk Buju’ Tompeng, rombongan Buju’ Sarabe menuju ke tempat Su’adi yang sedang bermain layang-layang. Sebelumnya mereka meminta ma’af dan memohon agar Su’adi berkenan mengembalikan pusaka mereka.Anak itu tanpa menjawab menunjukkan bahwa senjata mereka ada di atas tumpukan kotoran sapi (bahasa Maduranya latthong). Dari kisah inilah tersebar gelar untuk anak itu sebagai Buju’ Latthong,karena walau masih anak-anak sudah dapat mengalahkan orang digdaya dengan melumpuhkan mereka tanpa sadar.dan momentnya berhubungan dengan kotoran sapi (Latthong).Sebab itulah karena khawatir tentang hal itu, maka beliau menutupi dadanya dengan cara mengoleskan Latthong disekitar dada beliau. Banyak sekali kisah kekeramatan beliau.Setelah cukup menjalani darma baktinya sebagai Khalifah, akhirnya beliau wafat dengan meninggalkan tiga orang putra .dan dikebumikan diBatu ampar, madura.

Tidak ada komentar: