Kisah Pak Sakera memang tidak banyak ditemukan dalam literatur
buku-buku sejarah. Apalagi tokoh Madura yang dikenal berani melawan
Belanda ini belum masuk sebagai pahlawan nasional. Namun demikian, epos
perjuangan Sakera populer bagi masyarakat Jawa Timur, terutama di
Pasuruan dan Madura dan tetap awet lewat cerita-cerita ludruk.
Bahkan
kisah Pak Sakera ini juga pernah menghiasi layar televisi pada tahun
80-an. Misalnya lewat tayangan ludruk di TVRI maupun lewat film layar
lebar yang dibuat pada 1982 silam dengan tokoh utama W.D. Mochtar
sebagai Sakera.
Lalu bagaimana kisah Sakera yang disebut-sebut tewas dihukum gantung oleh Belanda itu?
Berdasar
cerita tutur dan kisah-kisah dalam ludruk, Sakera bernama asli Sadiman
lahir dari keluarga ningrat dari kelas MAS di Kelurahan Raci, Kota
Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, pada abad 19 ketika negeri ini di jajah
Belanda. Sakera tumbuh menjadi jagoan di daerahnya, sehingga akhirnya
dia bekerja sebagai mandor di perkebunan tebu milik Pabrik Gula Kancil
Mas Bangil di Pasuruan, Jawa Timur.
Tampang Sakera digambarkan
sangar dengan kumis lebat dan udeng di kepala. Namun demikian dia bukan
lah mandor jahat, tapi sebaliknya dia adalah mandor baik dan sangat
memperhatikan kesejahteraan para pekerja hingga dijuluki sebagai Pak
Sakera (Sakera dalam bahasa kawi artinya ringan tangan, akrab/banyak
teman).
Sakera memiliki dua istri, yang pertama bernama Ginten
sementara istri kedua bernama Marlena. Dia juga merawat keponakannya
bernama Brodin. Kehidupan keluarga Sakera awalnya bahagia sebelum dia
dicap sebagai pembunuh dan menjadi buron kompeni.
Kisah perlawanan
Sakera bermula setelah musim giling selesai, yakni ketika pabrik gula
tersebut membutuhkan banyak lahan baru untuk menanam tebu. Karena
kepentingan itu, orang Belanda pemimpin pabrik gula itu ingin membeli
lahan perkebunan yang luas dengan harga semurah-murahnya.
Dengan
cara licik pimpinan pabrik menyuruh carik di Kampung Rembang agar
menyediakan lahan baru bagi perusahaan dalam jangka waktu singkat dan
murah dengan iming-iming harta dan kekayaan. Bisa ditebak, si carik
silau dengan iming-iming harta sehingga bersedia memenuhi keinginan
tersebut.
Si carik lalu menggunakan cara-cara kekerasan kepada
rakyat untuk memenuhi ambisi perusahaan Belanda tersebut. Sakera yang
melihat ketidakadilan ini mencoba selalu membela rakyat sehingga berkali
kali upaya carik Rembang itu gagal. Dia lantas melaporkan hal ini
kepada pemimpin perusahaan. Benar saja, pemimpin perusahaan marah dan
mengutus wakilnya, Markus untuk membunuh Sakera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar